Jumat, 29 April 2011

AGROINDUSTRI

Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau input dalam usaha pertanian. Definisi agroindustri dapat dijabarkan sebagai kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut.

Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida dan lain-lain) dan industri jasa sektor pertanian. Apabila dilihat dari sistem agribisnis, agroindustri merupakan bagian (subsistem) agribisnis yang memproses dan mentranformasikan bahan-bahan hasil pertanian (bahan makanan, kayu dan serat) menjadi barang-barang setengah jadi yang langsung dapat dikonsumsi dan barang atau bahan hasil produksi industri yang digunakan dalam proses produksi seperti traktor, pupuk, pestisida, mesin pertanian dan lain-lain.

Dari batasan diatas, agroindustri merupakan sub sektor yang luas yang meliputi industri hulu sektor pertanian sampai dengan industri hilir. Industri hulu adalah industri yang memproduksi alat-alat dan mesin pertanian serta industri sarana produksi yang digunakan dalam proses budidaya pertanian. Sedangkan industri hilir merupakan industri yang mengolah hasil pertanian menjadi bahan baku atau barang yang siap dikonsumsi atau merupakan industri pascapanen dan pengolahan hasil pertanian.

Dalam kerangka pembangunan pertanian, agroindustri merupakan penggerak utama perkembangan sektor pertanian, terlebih dalam masa yang akan datang posisi pertanian merupakan sektor andalan dalam pembangunan nasional sehingga peranan agroindustri akan semakin besar. Dengan kata lain, dalam upaya mewujudkan sektor pertanian yang tangguh, maju dan efisien sehingga mampu menjadi leading sector dalam pembangunan nasional, harus ditunjang melalui pengembangan agroindustri, menuju agroindustri yang tangguh, maju serta efisien.

Strategi pengembangan agroindustri yang dapat ditempuh harus disesuaikan dengan karakteristik dan permasalahan agroindustri yang bersangkutan. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri adalah: (a) sifat produk pertanian yang mudah rusak dan bulky sehingga diperlukan teknologi pengemasan dan transportasi yang mampu mengatasi masalah tersebut; (b) sebagian besar produk pertanian bersifat musiman dan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim sehingga aspek kontinuitas produksi agroindustri menjadi tidak terjamin; (c) kualitas produk pertanian dan agroindustri yang dihasilkan pada umumnya masih rendah sehingga mengalami kesulitan dalam persaingan pasar baik didalam negeri maupun di pasar internasional; dan (d) sebagian besar industri berskala kecil dengan teknologi yang rendah.

Efek multiplier yang ditimbulkan dari pengembangan agroindustri meliputi semua industri dari hulu sampai pada industri hilir. Hal ini disebabkan karena karakteristik dari agroindustri yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan industri lainnya, antara lain: (a) memiliki keterkaitan yang kuat baik dengan industri hulunya maupun ke industri hilir, (b) menggunakan sumberdaya alam yang ada dan dapat diperbaharui, (c) mampu memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif baik di pasar internasional maupun di pasar domestik, (d) dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah besar, (e) produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup elastis sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdampak semakin luasnya pasar khususnya pasar domestik.

Jadi, secara garis besar agroindustri dapat digolongkan menjadi 4 (empat) yang meliputi: pertama, agroindustri pengolahan hasil pertanian; kedua, agroindustri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian; ketiga, agroindustri input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida dan lain-lain) dan keempat, agroindustri jasa sektor pertanian (supporting services).


Basis Pembangunan Ekonomi Berdasarkan pada Perkembangan Agribisnis dan Agroindustri

Peletakan dasar pembangunan ekonomi yang resource based, berakar pada ekonomi rakyat dan memenuhi prasyarat-prasyarat prioritas sektoral adalah pembangunan agribisnis dan agroindustri yang tangguh, yang dalam jangka pendek diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan dalam jangka panjang untuk pelaksanaan ekspor dan perolehan devisa. Sektor tersebut disamping berbasis domesticre sources juga sangat strategis untuk dikembangkan dengan dukungan alamiah yang sangat relevan, sehingga bidang tersebut sangat strategis untuk dijadikan basis pembangunan industri dan ekonomi nasional secara konsisten dan konsekuen.

Alasan-alasan lain dari pentingnya komitmen yang kuat secara nasional terhadap pengembangan agribisnis dan agroindustri :
a. Sektor agribisnis dan agroindustri merupakan sektor yang paling banyak manampung pengusaha kecil, menengah dan koperasi, sehingga untuk memperkuat pemberdayaan kinerja UKM dan Koperasi diperlukan perhatian serius dalam pengembangan sektor tersebut.

b. Sektor tersebut merupakan basis utama matapencaharian sekitar 80% penduduk Indonesia, sehingga dalam mengatasi kemiskinan massal (diperkirakan berjumlah 100 juta orang pada akhir tahun 1998) diperlukan pengembangan dan keberpihakan yang sangat serius pada sektor tersebut.
c. Sektor tersebut merupakan upaya pembelajaran kewirausahaan sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga diharapkan agribisnis dan agroindustri akan tumbuh secara alamiah di masa-masa yang akan datang dengan dukungan lingkungan usaha dan kebijakan yang relevan.

d. Sektor tersebut sangat peka terhadap masalah ekonomi, sosial, politik, dan hankam, sehingga disamping memiliki nilai bisnis yang tinggi juga memiliki nilai politis yang sangat besar. Kestabilan nasional hanya dapat terjamin jika Indonesia memiliki kemantapan dalam sektor agribisnis dan agroindustri, yang mampu menyediakan ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan.

e. Sektor tersebut memiliki keunggulan komparatif karena berbasis pada sumberdaya domestik, sehingga pengembangannya akan memiliki dampak pada efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya domestik yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.

f. Pengembangan sektor tersebut dapat diarahkan pada pemanfaatan teknologi tepat guna yang dihasilkan oleh para teknolog dan rekayasawan Indonesia, sehingga dapat mencapai keunggulan kompetitif yang tinggi, terutama dalam era perdagangan global.
g. Sektor tersebut akan mempercepat tujuan pemerataan hasil-hasil pembangunan nasional, yang selanjutnya mempercepat pemerataan kesejahteraan rakyat.

h. Sektor tersebut dapat diusahakan dengan berbagai tingkat skala usaha, walaupun sebagian besar dapat mencapai optimasi pada skala kecil atau menengah. Dengan demikian, efisiensi dan efektivitas yang menjadi parameter utama pencapaian keunggulan bersaing dapat segera terpenuhi.

i. Resiko produksi, resiko produk, dan resiko pasar sudah dapat dikendalikan, sehingga terdapat jaminan usaha yang berkelanjutan.

Adapun prasyarat normatif khususnya agar kegiatan agribisnis dapat tumbuh dan berkembang adalah:
a. Berbasis pada potensi sumberdaya lokal sehingga dapat dijadikan keunggulan komparatif. Apabila sumberdaya berasal dari luar daerah, maka Kawasan Sentra Produksi di daerah tersebut harus mempunyai nilai tambah melalui rekayasa proses dan produk.
b. Memiliki pasar lokal atau domestik yang besar dan mempunyai peluang yang baik untuk diekspor. Dalam rangka meraih devisa, fokus pada Kawasan Sentra Produksi harus diarahkan ke pasar ekspor.
c. Menghasilkan keragaman usaha yang besar serta menunjang berbagai kegiatan ekonomi lainnya, sehingga mampu mendorong perekonomian wilayah.
d. Memiliki dukungan sumberdaya manusia yang baik serta ditunjang oleh hasil penelitian serta pengembangan yang tepat sasaran, selain dukungan finansial yang cukup.
e. Memilki kelayakan ekonomi dan finansial agar terciptanya kelestarian usaha sehingga dapat tetap bertahan, bahkan untuk terus berkembang secara berkelanjutan.

Kebijakan yang dapat ditempuh oleh pihak-pihak terkait dalam pengembangan agribisnis, yaitu:
a. Mengembangkan agribisnis yang berorientasi global dengan memanfaatkan sumberdaya lokal.
b. Memantapkan sentra-sentra produksi yang sudah ada dan penumbuhan sentra-sentra produksi baru yang lebih efisien.
c. Mewujudkan pertanian yang modern.

Tantangan yang akan dihadapi dalam pengembangan kewirausahaan agribisnis pada masa saat ini adalah :
a. Adanya surplus produksi untuk beberapa komoditi.
b. Kepemilikan luas lahan pertanian oleh petani semakin kecil sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk di pedesaan.
c. Perkembangan globalisasi perekonomian yang terus bergulir.
d. Adanya keterbatasan dalam ketersedian sumberdaya manusia.
e. Adanya keterbatasan teknologi yang secara khusus dikembangkan untuk kegiatan agribisnis.
f. Infrastruktur dan kelembagaan yang sekarang belum memberikan tunjangan yang optimal bagi pengembangan agribisnis.
g. Adanya kendala dari sosial, budaya, dan politik dalam rangka pengembangan kewirausahaan agribisnis.

Sasaran program pengembangan kewirausahaan agribisnis adalah :
a. Meningkatkan produktivitas, kualitas, dan produksi komoditas pertanian.
b. Meningkatkan volume ekspor hasil pertanian.
c. Meningkatnya kesempatan kerja produktif di pedesaan.
d. Berkembangnya berbagai kegiatan usaha berbasis pertanian dengan wawasan agribisnis.
e. Meningkatnya partisipasi masyarakat dan investasi swasta dalam pengembangan agribisnis.
f. Terpiliharanya produktivitas sumberdaya alam, berkembangnya usaha pertanian konversi, dan terjaganya kualitas lingkungan hidup.


Sumber :

Gumbira-Sa'id dan A. Harizt Intan, 1998. Reorientasi Pembangunan Ekonomi Reorientasi Pembangunan Ekonomi Indonesia dalam Era Reformasi : Indonesia dalam Era Reformasi : Peranan Sektor Agribisnis dan Peranan Sektor Agribisnis dan Agroindustri. Majalah Usahawan No. 10 Tahun XXVII Oktober 1998.

Gumbira-Sa’id, 2000. Peluang dan Prospek Usaha di Bidang Agribisnis. Magister Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Harun Al Rasjid, 2003. Materi Kuliah Masalah Khusus Usahatani. Bidang Kajian Umum Ilmu Ekonomi Perusahaan Pertanian Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.

Prasyarat Prioritas Sektoral sebagai Sasaran Strategis Reorientasi Pembangunan Ekonomi Nasional

Orientasi pembangunan ekonomi mulai sekarang harus diarahkan pada peletakan dasar fundamental ekonomi yang kuat yang berbasis pada domestic resources dan berakar pada ekonomi kerakyatan. Peletakkan fondasi dan akar yang kuat tersebut akan sendirinya dapat bertumbuh secara alamiah dengan berbagai kebijakan dalam bidang pengembangan ekonomi yang menunjang.

Dengan demikian, sejak sekarang ini diperlukan reorientasi pembangunan ekonomi dengan prioritas sektoral yang memenuhi prasyarat sebagai berikut :
a. Berbasis pada keunggulan sumberdaya domestik;
b. Berakar pada ekonomi rakyat yang kuat;
c. Tersebar merata ke seluruh pelosok tanah air;
d. Dapat diperbaharui, dikembangkan, dan ditingkatkan produktivitasnya;
e. Marketable, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional;
f. Responsif terhadap aplikasi teknologi, khususnya yang tepat guna;
g. Hasil pengembangannya dapat segera dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia;
h. Memiliki nilai bisnis dan politis yang tinggi;
i. Optimasi operasi dapat dicapai dengan skala usaha menengah ke bawah;
j. Mempunyai potensi kelembagaan pendukung yang kuat;
k. Bersifat padat karya daripada padat modal;
l. Memiliki keterkaitan dan integritas yang tinggi, mulai dari hulu sampai ke hilir;
m. Mampu mendukung pengembangan industri dan jasa nasional menuju pada tahap kesalingtergantungan antara produsen primer, sekunder (industri), dan tersier (jasa);
n. Tidak mudah digoyang oleh fluktuasi nilai tukar, gangguan stabilitas, serta adanya gangguan kecil terhadap parameter ekonomi makro;
o. Resiko produksi, resiko produk, dan resiko pasar dapat dikendalikan;
p. Memiliki potensi untuk mendatangkan devisa yang tinggi, dan potensial untuk menjamin pendapatan negara dari sektor pajak.

Prasyarat-prasyarat tersebut dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan prioritas sektoral yang akan dijadikan sasaran strategis reorientasi pembangunan ekonomi. Kesimpulan dari analisis prioritas sektoral yang didasarkan pada prasyarat-prasyarat tersebut menurut penulis adalah sektor agribisnis dan agroindustri yang merupakan sasaran strategis reorientasi pembangunan nasional, dan sektor pariwisata yang merupakan prioritas pendamping.

Bukti bahwa sektor pertanian pada umumnya dan khususnya sektor agribisnis dan agroindustri memiliki peranan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, diantaranya sebagai berikut :
a. Sektor pertanian mampu bertahan terhadap krisis ekonomi dan masih tumbuh secara positif walaupun nilainya hanya 0,26% serta memberikan kontribusi yang cukup dapat diandalkan bagi penerimaan devisa non-migas, khususnya bagi penerimaan ekspor.

b. Sektor pertanian adalah satu-satunya harapan pengadaan pangan nasional yang non-impor.

c. Sektor pertanian merupakan penyerap angkatan kerja nasional terbesar.

d. Pengembangan agribisnis/agroindustri pada sektor pertanian dalam semangat pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

e. Pengembangan agribisnis/agroindustri akan mampu mendukung pertumbuhan usaha kecil, menengah, dan koperasi di perdesaan serta usaha informal di perkotaan.



Sumber :
Gumbira-Sa'id dan A. Harizt Intan, 1998. Reorientasi Pembangunan Ekonomi Reorientasi Pembangunan Ekonomi Indonesia dalam Era Reformasi : Indonesia dalam Era Reformasi : Peranan Sektor Agribisnis dan Peranan Sektor Agribisnis dan Agroindustri. Majalah Usahawan No. 10 Tahun XXVII Oktober 1998.

Gumbira-Sa’id, 2000. Peluang dan Prospek Usaha di Bidang Agribisnis. Magister Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor, Bogor.

KEWIRAUSAHAAN (ENTREPRENEURSHIP)

Menurut Vesper (1983:14) Birch, et.al, 1990:19; Stewart (1992: 52); Fenn (1994:66); Acs (1992:39), dalam Stoner, et.al, (2004:162), kewirausahaan mempunyai paling sedikit empat manfaat sosial, yaitu: (1) Memperkuat pertumbuhan ekonomi; (2) Meningkatkan produktifitas; (3) Menciptakan teknologi, produk, dan jasa baru; (4) Perubahan pasar atau meremajakan persaingan pasar.

Berbagai definisi dikemukakan oleh para peneliti dalam bidang kewirausahaan, beberapa definisi kewirausahaan (Maes, 2003 dalam Puspo, (2006) dan (dari berbagai sumber) adalah sebagai berikut:

Menurut (Miller, 1983) adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan yang berhubungan dengan produk, pemasaran dan inovasi teknologi.
Schuler, (1986), menyatakan bahwa kewirausahaan adalah penciptaan atau melakukan inovasi utuk menghasilkan produk atau usaha/jasa baru dalam organisasi perdagangan atau dalam organisasi yang baru.
Stevenson dan Jarillo, (1990), adalah proses yang dilakukan oleh individu-individu dalam organisasi untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan organisasi dengan mempertimbangan sumber yang dimiliki.
Jones dan Butler, (1992), adalah proses yang dijalankan oleh perusahaan dengan memperhatikan peluang yang ada dan melakukan secara untuk melakukan transaksi yang berkaitan dengan faktor produksi untuk mengasilkan nilai tambah.
Krueger dan Brazeal, (1994), adalah melakukan upaya terhadap peluang tanpa bergantung pada sumber yang tersedia.
Robbins dan Coulter (1999); Wiratmo (1996); Stoner (1999), adalah proses mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan sesuatu yang berbeda (inovatif) dan berani mengambil resiko dengan maksud menciptakan kekayaan bagi individu ataupun organisasi dan meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat.
Shane dan Venkataraman, (2000), adalah penemuan, penciptaan, dan sebab dan akibat yang ditimbulkan peluang untuk mewujudkan produk dan jasa yang digunakan pada masa yang akan datang.
Low, (2001), adalah pertumbuhan usaha baru.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan dikatakan sebagai suatu proses mengerjakan sesuatu (kreatif), sesuatu yang berbeda (inovatif), dan berani mengambil resiko (risk-taking). Seorang wirausahawan (entrerpreneurship) yang kreatif berhubungan dengan kemampuan dan keuletan untuk mengembangkan ide-ide baru dengan menggabungkan sumber-sumber daya yang dimiliki, dimana mereka selalu mengobservasi situasi dan problem-problem sebelumnya yang tidak atau kurang diperhatikan.

Selain itu mereka cenderung memiliki banyak alternatif terhadap situasi tertentu dan mendayagunakan kekuatankekuatan omosional mental di awah sadar yang dimiliki untuk menciptakan sesuatu atau produk yang baru atau cara baru dan sebagainya. Inovatif merupakan aplikasi dari ide-ide kreatif tadi dengan harus berani menanggung resiko dari apa yang dilakukan untuk mendapatkan kesempatan dalam meningkatkan usaha dan keuntungan dengan memanfaatkan peluang/potensi sumber daya yang ada. Biasanya kewirausahaan adalah sebagai suatu proses dari pengembangan perusahaan yang tidak berkaitan dengan usaha yang sudah ada dan biasanya dilakukan secara individu atau bersama tetapi bukan sebagai penemu dari hasil suatu produk.

Sumber : Suhartini Karim, 2007. “Analisis Pengaruh Kewirausahaan Korporasi terhadap Kinerja Perusahaan pada Pabrik Pengolahan Crumb Rubber di Palembang”. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 9 Juni 2007.

problematika Pemasaran Produk Agribisnis

Pemasaran dalam kegiatan pertanian dianggap memainkan peran ganda. Peran pertama merupakan peralihan harga antara produsen dengan konsumen. Peran kedua adalah transmisi fisik dari titik produksi (petani atau produsen) ke tempat pembelian (konsumen). Namun untuk memainkan kedua peran tersebut petani menghadapi berbagai kendala untuk memasarkan produk pertanian, khususnya bagi petani berskala kecil. Masalah utama yang dihadapi pada pemasaran produk pertanian meliputi, antara lain:

1. Kesinambungan produksi
Salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil petanian berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu: Pertama, volume produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil (small scale farming). Pada umumnya petani melakukan kegiatan usaha tani dengan luas lahan yang sempit, yaitu kurang dari 0,5 ha. Di samping itu, teknologi yang digunakan masih sederhana dan belum dikelola secara intensif, sehingga produksinya belum optimal; Kedua, produksi bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu. Kondisi tersebut mengakibatkan pada saat musim produksi yang dihasilkan melimpah sehingga harga jual produk tersebut cenderung menurun. Sebaliknya pada saat tidak musim produk yang tersedia terbatas dan harga jual melambung tinggi, sehingga pedagang-pedagang pengumpul harus menyediakan modal yang cukup besar untuk membeli produk tersebut. Bahkan pada saat-saat tertentu produk tersebut tidak tersedia sehingga perlu didatangkan dari daerah lain; Ketiga, lokasi usaha tani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan produksi. Hal ini disebabkan karena letak lokasi usaha tani antara satu petani dengan petani lain berjauhan dan mereka selalu berusaha untuk mencari lokasi penanaman yang sesuai dengan keadaan tanah dan iklim yang cocok untuk tanaman yang diusahakan. Kondisi tersebut menyulitkan pedagang pengumpul dalam hal pengumpulan dan pengangkutan, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan produk yang dihasilkan petani. Kondisi tersebut akan memperbesar biaya pemasaran; Keempat, sifat produk pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat. Hal ini menyebabkan ada pedagang-pedagang tertentu yang tidak mampu menjual produk pertanian, karena secara ekonomis lebih menguntungkan menjual produk industri (agroindustri).

2. Kurang memadainya pasar
Kurang memadainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada tiga cara penetapan harga jual produk pertanian yaitu: sesuai dengan harga yang berlaku; tawar-menawar; dan
borongan. Pemasaran sesuai dengan harga yang berlaku tergantung pada penawaran dan permintaan yang mengikuti mekanisme pasar. Penetapan harga melalui tawar-menawar lebih bersifat kekeluargaan, apabila tercapai kesepakatan antara penjual dan pembeli maka transaksi terlaksana. Praktek pemasaran dengan cara borongan terjadi karena keadaan keuangan petani yang masih lemah. Cara ini terjadi melalui pedagang perantara. Pedagang perantara ini membeli produk dengan jalan memberikan uang muka kepada petani. Hal ini dilakukan sebagai jaminan terhadap produk yang diingini pedagang bersangkutan, sehingga petani tidak berkesempatan untuk menjualnya kepada pedagang lain.

3. Panjangnya saluran pemasaran
Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang. Hal tersebut cenderung memperkecil bagian
yang diterima petani dan memperbesar biaya yang dibayarkan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran ditandai dengan jumlah pedagang perantara yang harus dilalui mulai dari petani sampai ke konsumen akhir.

4. Rendahnya kemampuan tawar-menawar
Kemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah. Berdasarkan keadaan tersebut, maka yang meraih keuntungan besar pada umumnya adalah pihak pedagang. Keterbatasan modal tersebut berhubungan dengan: Pertama, sikap mental petani yang suka mendapatkan pinjaman kepada tengkulak dan pedagang perantara. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan petani yang
tinggi pada pedagang perantara, sehingga petani selalu berada dalam posisi yang lemah; Kedua, fasilitas perkreditan yang disediakan pemerintah belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Ada beberapa faktor yang
menyebabkannya antara lain belum tahu tentang prosedur pinjaman, letak lembaga perkreditan yang jauh dari tempat tinggal, tidak mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Di samping itu khawatir terhadap risiko dan ketidakpastian selama proses produksi sehingga pada waktunya tidak mampu mengembalikan kredit. Ini menunjukkan pengetahuan dan pemahaman petani tentang masalah perkreditan masih terbatas, serta tingkat kepercayaan petani yang masih rendah.

5. Berfluktuasinya harga
Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu per bulan, per minggu bahkan per hari atau dapat pula terjadi dalam jangka panjang. Untuk komoditas pertanian yang cepat rusak seperti sayur-sayuran dan buah-buahan pengaruh perubahan permintaan pasar kadang-kadang sangat menyolok sekali sehingga harga yang berlaku berubah dengan cepat. Hal ini dapat diamati perubahan harga pasar yang berbeda pada pagi, siang dan sore hari. Pada saat musim produk melimpah harga rendah, sebaliknya pada saat tidak musim harga meningkat drastis. Keadaan tersebut menyebabkan petani sulit dalam melakukan perencanaan produksi, begitu juga dengan pedagang sulit dalam memperkirakan permintaan.

6. Kurang tersedianya informasi pasar
Informasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang diproduksi, di mana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik. Oleh sebab itu informasi pasar yang tepat dapat mengurangi resiko usaha sehingga pedagang dapat beroperasi dengan margin pemasaran yang rendah dan memberikan keuntungan bagi pedagang itu sendiri, produsen dan konsumen. Keterbatasan informasi pasar terkait dengan letak lokasi usaha tani yang terpencil, pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis data yang masih kurang dan lain sebagainya. Di samping itu, dengan pendidikan formal masyarakat khususnya petani masih sangat rendah menyebabkan kemampuan untuk mencerna atau menganalisis sumber informasi sangat terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan usaha tani dilakukan tanpa melalui perencanaan yang matang. Begitu pula pedagang tidak mengetahui kondisi pasar dengan baik, terutama kondisi makro.

7. Kurang jelasnya jaringan pemasaran
Produsen dan/atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui. Di samping itu, tidak diketahui pula aturan-aturan yang berlaku dalam sistem tersebut. Hal ini menyebabkan produksi yang dihasilkan mengalami hambatan dalam hal perluasan jaringan pemasaran. Pada umumnya suatu jaringan pemasaran yang ada antara produsen dan pedagang memiliki suatu kesepakatan yang membentuk suatu ikatan yang kuat. Kesepakatan tersebut merupakan suatu rahasia tidak tertulis yang sulit untuk diketahui oleh pihak lain.

8. Rendahnya kualitas produksi
Rendahnya kualitas produk yang dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan mulai dari prapanen sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu produk yang dihasilkan juga ditentukan pada kegiatan pascapanen, seperti melalui standarisasi dan grading. Standarisasi dapat memperlancar proses muat-bongkar dan menghemat ruangan. Grading dapat menghilangkan keperluan inspeksi, memudahkan perbandingan harga, mengurangi praktek kecurangan, dan mempercepat terjadinya proses jual beli. Dengan demikian kedua kegiatan tersebut dapat melindungi barang dari kerusakan, di samping itu juga mengurangi biaya angkut dan biaya penyimpanan. Namun demikian kedua kegiatan tersebut sulit dilakukan untuk produksi hasil pertanian yang cepat rusak. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi antara lain mutu produk dapat berubah setelah berada di tempat tujuan, susut dan/atau rusak karena pengangkutan, penanganan dan penyimpanan. Hal ini menyebabkan produk yang sebelumnya telah diklasifikasikan berdasarkan mutu tertentu sesuai dengan permintaan dapat berubah sehingga dapat saja ditolak atau dibeli dengan harga yang lebih murah.

9. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia
Masalah pemasaran yang tak kalah pentingnya adalah rendahnya mutu sumberdaya manusia, khususnya di daerah pedesaan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang
memadai, sehingga penanganan produk mulai dari prapanen sampai ke pascapanen dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik. Di samping itu, pembinaan petani selama ini lebih banyak kepada praktek budidaya dan belum mengarah kepada praktek pemasaran. Hal ini menyebabkan pengetahuan petani tentang pemasaran tetap saja kuarang, sehingga subsistem pemasaran menjadi yang paling lemah dan perlu dibangun dalam sistem agribisnis (Syahza. A, 2002a). Kondisi yang hampir sama juga terjadi di perkotaan, yaitu kemampuan para pedagang perantara juga masih terbatas. Hal ini dapat diamati dari kemampuan melakukan negosiasi dengan mitra dagang dan mitra usaha yang bertaraf modern (swalayan, supermarket, restoran, hotel) masih langka. Padahal pasar modern merupakan peluang produk pertanian yang sangat bagus karena memberikan nilai tambah yang tinggi.

Sumber : Almasdi Syahza, Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru