Kamis, 28 April 2011

Menyeimbangan Iptek dengan Imtak

GARIS besar pembangunan nasional kita adalah pembangunan manusia seutuhnya. Yakni pembangunan fisik dan pembangunan bidang mental-spiritual. Gerak pembangunan kedua bidang ini haruslah seimbang sehingga pencapaian masyarakat yang adil dan makmur bisa terwujud.

Pembangunan fisik yang mencakup pembangunan ekonomi dan infrastruktur akan mempengaruhi hidup masyarakat. Demikian pula pembangunan mental-spiritual (keagamaan) akan berpengaruh terhadap SDM untuk bersikap jujur, amanah dan terhindar dari perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah SWT.
Sistem pendidikan nasional kita telah menggariskan kebijakan di bidang pendidikan untuk membentuk manusia yang berilmu dan beragama dengan menyeimbangkan antara ilmu pengetahuan dan tekno logi (Iptek) dengan ilmu agama yakni ilmu yang membentuk manusia beriman dan bertakwa (Imtak).

Harus kita akui kemajuan di bidang Iptek terasa sangat mempengaruhi tata-krama, akhlak dan sopan-santun manusia Indonesia, terutama di kalangan generasi muda kita. Demikian pula di kalangan penyelenggara negara ini. Karena mengenyampingkan ketakwaan kepada Allah SWT, mereka tidak lagi takut berbuat korupsi, makan suap dan lain sebagainya.

Fenomena ini jika berlarut, untuk mencapai keadilan dan kemakmuran hanya akan tinggal angan-angan belaka. Guna mengantisipasinya dada para anak muda dan penyelenggara negara harus diisi dengan Imtak. Iman dan takwa akan mewujudkan manusia yang bermoral, beradab dan saleh. Tanpa Imtak manusia dalam kehidupannya akan rapuh dan keropos. Manusia seperti ini jelas tidak mampu membangun rumah tangga dan membangun bangsa dan negara ini.

Ajaran Islam tidak melarang penganutnya untuk menguasai Iptek. Bahkan sebaliknya seorang muslim harus memiliki ilmu pengetahuan yang banyak. Rasulullah SAW dalam sebuah hadistnya menyatakan: “Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat.” Artinya, tak ada kamus berhenti bagi seorang muslim untuk menuntut ilmu.    

Allah SWT dalam firman-Nya secara tegas menyatakan:“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS Al-Mujaadilah 11).

Dan ayat pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW di Gua Hira’ berbunyi: “Bacalaah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq 1-5).

Allah SWT telah menggariskan bahwa dengan tulis (kalam) dan baca manusia akan memiliki ilmu. Kemajuan teknologi telah berimbas kepada gaya hidup manusia yang juga mempengaruhi keimanan dan ketakwaan masyarakat. Melalui internet masyarakat telah dapat mengakses beragam ilmu, budaya dan perilaku manusia yang tidak bermoral.

Guna mengantisipasi pengaruh yang negatif itu diperlukan ilmu-ilmu agama. Anak didik kita jangan hanya dibekali dengan ilmu pengetahuan dan teknologi semata, tetapi juga dibekali dengan ilmu agama yang akan membentuk mereka menjadi orang yang beriman dan bertakwa (Imtak). Keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT akan menjadikan manusia akan selalu ingat dengan-Nya (zikrullah).
Orang yang selalu ingat kepada Allah SWT tidak akan mau berbuat maksiat, tidak akan mau melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Maksud ingat dengan Allah SWT di sini adalah taat dan patuh kepada yang diperintahkan-Nya, dan menjauhi segala yang Dia larang. Untuk itu dada kita harus diisi dengan rasa iman dan takwa. Iman artinya percaya kepada kekuasaan Allah, dan takwa bermakna enggan berbuat hal-hal yang dimurkai-Nya.

Iman adalah keyakinan “mentauhidkan” Allah SWT, mengaku dan meyakini tidak ada yang lebih berkuasa dari-Nya. Itulah yang disebut akidah. Dan akidah merupakan fondasi dalam beragama. Seorang muslim yang memiliki akidah yang kuat dan kokoh tak akan tergoda dengan berbagai rayuan setan.

Orang yang akidahnya kuat akan terhindar dari perbuatan syirik. Sedangkan orang yang akidahnya goyah atau rapuh akan meyakini ada yang lebih berkuasa daripada Allah SWT, sehingga membuatnya syirik. Dan syirik adalah dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah SWT, kecuali dengan taubatan nashuha.

Sedangkan maksud takwa menurut syariat Islam, seperti dirumuskan Prof Afif At-Tabbarah dalam bukunya Ruhud Dienil Islam, manusia yang bertakwa takut melaksanakan hal-hal yang dimurkai Allah SWT, dan takut kepada hal-hal yang merusak dirinya sendiri dan takut kepada hal-hal yang merusak orang lain.

Apabila kita cermati dan teliti maka sungguh mulia sekali orang yang menyandang predikat muttaqien itu. Pantaslah di dalam Al Quran terdapat 79 kali perintah Allah agar orang-orang yang beriman untuk selalu bertakwa kepada-Nya.

Oleh sebab itu jika kita ingin meraih predikat orang yang bertakwa (muttaqien) kita harus mau menyeimbangkan antara menuntut ilmu pengetahuan dan teknologi dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Hanya orang-orang yang menguasai Iptek dan Imtak yang akan memperoleh kehidupan yang bahagia di dunia dan bahagia pula di akherat kelak.

Semogalah terkabul doa yang selalu kita ucapkan: “Robbana atina fiddunya hanasah wafil akhirati hasanah waqina azabannar. (Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagian hidup di akherat serta hindarkan kami dari siksaan api neraka.)”

sumber; sriwijayapos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar